https://economy.okezone.com/read/2018/03/24/320/1877443/anna-haotanto-miliarder-yang-bertekad-keluar-dari-utang

 

Anna Haotanto, Miliarder yang Bertekad Keluar dari Utang

Martin Bagya Kertiyasa, Jurnalis ·Sabtu 24 Maret 2018 18:08 WIB
https: img-o.okeinfo.net content 2018 03 24 320 1877443 anna-haotanto-miliarder-yang-bertekad-keluar-dari-utang-GnGfop9Mvb.jpg

SINGAPURA – Perkembangan ekonomi digital telah menghasilkan banyak miliarder baru. Umumnya, para miliarder ini memanfaatkan teknologi untuk memasarkan produknya secara daring.

Tidak heran, jika banyak pengusaha tersebut masih tergolong muda, seperti Anna Vanessa Haotanto yang masih berusia 29 tahun saat mendirikan perusahaannya sendiri. Dia berhasil menjadi miliarder karena membuat investasi cerdas dan menabung dengan bijaksana

Lahir dan dibesarkan di Singapura, Haotanto adalah pendiri thenewsavvy.com, sebuah platform online yang berfokus pada masalah keuangan dan karier yang dihadapi wanita di Asia. Dia juga direktur perusahaan investasi swasta.

Selama tiga tahun terakhir, dia terpilih untuk menghadiri KTT Wanita Paling Berpengaruh di Majalah Fortune.

Perjalanan Haotanto menuju kemandirian finansial dimulai pada tahun 1997 ketika bisnis orang tuanya gagal selama krisis keuangan Asia. Saat itu, orangtua Haotanto terlilit utang kartu kredit USD20.000. Masalahnya, meskipun tidak banyak namun tingkat bunga yang tinggi, sebesar 24% per tahun, sangat memberatkan mereka.

Apalagi, saat itu mereka hanya tinggal di flat sewaan, yang biaya sewanya meningkat sekira 30% per tahun. Akibatnya, sangat sulit bagi orangtuanya untuk menghemat uang untuk berinvestasi.

Karenanya, setelah lulus dari sekolah menengah, Haotanto memutuskan untuk belajar keuangan di Singapore Management University. Dia menghadiri sebanyak mungkin kelas untuk menambah pengetahuannya tentang keuangan,meskipun terkadang bukan mata kuliah yang dia ambil.

Kelas-kelas ini termasuk investasi ekuitas, keuangan perusahaan dan manajemen portofolio. Menurutnya, keinginan untuk mendapatkan telah membuat dia bekerja lebih keras.

Dengan apa yang dia pelajari, dia menghabiskan tiga jam di kelas menghitung berapa banyak yang dia perlukan untuk mendapatkan dan berinvestasi untuk membantu orang tuanya membayar utang mereka. Ketika dia mengetahui berapa yang dibutuhkan, dia pun harus mencari cara untuk mendapatkan uang tersebut.

Untuk bekerja menuju tujuannya, dia memutuskan untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu sebagai pelayan dan asisten ritel saat masih menghadiri kelas.

Dia juga berpartisipasi dalam program magang di beberapa perusahaan. Haotanto pun harus mengadopsi gaya hidup hemat, tidak hanya untuk membantu melunasi utang orang tuanya tetapi juga untuk membeli kebutuhan rumah tangga bagi keluarga.

Tidak heran, jika akhirnya dia bercita-cita untuk memiliki rumah setelah melunasi utang. Menurutnya memiliki tempat permanen untuk hidup akan menghindarkam mereka dari membayar sewa yang tinggi tiap tahunnya.

Setelah lulus dari universitas, Haotanto bekerja untuk Citigroup dan China Vest, sebuah bank yang berbasis di China, sebagai seorang bankir dan analis ekuitas selama dua tahun.

Selama periode ini, ia menyimpan uang dan mulai berinvestasi di pasar saham Singapura. Dia pun mulai memperdagangkan saham-saham berkapitalisasi karena hanya memiliki sekira USD3.000. Dia pun lantas menginvestasikan uangnya dan lebih fokus pada capital gain.

Ketika bekerja penuh waktu di industri keuangan, dia mulai mendapatkan lebih banyak dan memutuskan untuk berinvestasi secara agresif dalam ekuitas. Pada saat itu, dia memiliki pengetahuan yang lebih dalam tentang bagaimana memilih saham dan berinvestasi.

Dia pun mulai mencoba untuk masuk ke pasar saham AS, karena berurusan dengan pasar setiap hari. Terobosannya datang selama krisis keuangan global 2008. Dia mengambil kesempatan untuk berinvestasi di pasar ekuitas AS.

Dia membeli beberapa saham yang harganya ambruk karena efek sekuritas berbasis mortgage tengah hancur saat itu. Salah satu sahamnya adalah Citigroup, yang harganya anjlok lebih dari 90% pada 2009 menjadi serendah USD1.

 

Meskipun dia tidak membelinya di titik terendah karena khawatir, tapi dia berhasil mendapatkan pengembalian 18% ketika menjualnya. Dengan imbalan hasil menjual saham tersebut, dia berhasil melunasi utang orangtuanya pada tahun 2009. Setahun kemudian, ia bergabung dengan United Overseas Bank sebagai penasihat klien senior dan wakil presiden.

Dia mendapatkan gaji enam digit, dan memutar uangnya di pasar saham. Peningkatan penghasilannya, ditambah dengan gaya hidupnya yang hemat, memberinya basis modal yang lebih besar dan dia bisa mendapatkan hasil yang lebih tinggi dengan berinvestasi dengan bijak.

Dia juga berinvestasi di perusahaan teknologi dengan potensi besar, seperti Amazon.com. Dia membeli saham pada tahun 2012, ketika harga saham sekitar USD220, dan menjualnya kembali 20% kemudian. Pada 2013, ia telah mengumpulkan uang tunai sebesar USD1 juta.

Haotanto telah mengubah gaya investasinya dan menjadi lebih konservatif dan defensif. Alih-alih mencari keuntungan yang tinggi dari modal, dia lebih berfokus pada penghasilan pendapatan dan dividen.

Menurutnya, hal ini dilakukan karena dia butuh penghasilan stabil untuk mengurus keluarganya membayar pengeluaran. Ditambah dia juga harus memasukkan sejumlah uang dan mengurus timnya yang berjumlah enam orang.

Haotanto melanjutkan, semua kekayaan yang dia dapat ini, tidak diraihnya secara instan,melainkan lewat pengetahuan keuangan, menetapkan tujuan keuangan, menghemat uang sebanyak yang Anda bisa dan berinvestasi dengan bijak.

Setelah merasa cukup matang, dia pun memulai platform online untuk mengembangkan hasratnya. Pasalnya, saat itu dia sadar bahwa literasi keuangan kurang di kalangan wanita dan ingin memperbaiki situasi.

Hal ini tidak terlepas dari beberapa teman wanitanya yang berpenghasilan banyak. Tetapi mereka akhirnya menghabiskan uang mereka dan tidak menabung sama sekali.

Bahkan, dia memiliki seorang teman yang memiliki gaji cukup baik, tetapi dia berutang USD80.000 karena dihabiskan untuk membeli tas bermerek. Dia mengingat pengalaman yang memiliki dampak yang langgeng pada dirinya dan mengingatkannya betapa pentingnya bagi perempuan untuk memiliki pendidikan keuangan dan kekayaan mereka sendiri.

“Bagi saya, belajar tentang keuangan adalah suatu keharusan dan saya tumbuh untuk menyukainya. Tetapi jika saya diberi pilihan, saya akan belajar ilmu politik dan menjadi jurnalis. Namun, tanpa uang, sulit untuk memiliki pilihan,” kata Haotanto.

(dni)