https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211104163113-532-716693/dampak-tapering-the-fed-ke-ekonomi-indonesia

 

Dampak Tapering The Fed ke Ekonomi Indonesia

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 04 Nov 2021 16:43 WIB

Bank sentral AS The Federal Reserve bakal mengurangi suntikan likuiditas ke pasar keuangan (tapering) pada November 2021. Berikut dampaknya ke Indonesia.

Bank sentral AS The Federal Reserve bakal mengurangi suntikan likuiditas ke pasar keuangan (tapering) pada November 2021. (AFP PHOTO/Paul J. Richards).
Jakarta, CNN Indonesia —

Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) bakal mengurangi suntikan likuiditas ke pasar keuangan dari semula mencapai US$120 miliar menjadi US$15 miliar per bulan mulai November 2021. Kebijakan ini dikenal juga dengan istilah tapering.

Lalu, bagaimana dampak tapering The Fed ke Indonesia?

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kebijakan tapering biasanya dilakukan bank sentral karena perekonomian suatu negara sudah mulih pulih, sehingga tak perlu mendapat sokongan likuiditas.

Hal ini biasanya tercermin dari tingkat inflasi yang mulai naik, jumlah pengangguran yang berkurang, peningkatan penyaluran kredit, hingga perekonomian yang mulai tumbuh positif. Kendati positif bagi negara tersebut, tapi bukan berarti tidak bisa memberi dampak negatif ke negara lain.

Hal ini pula yang terjadi pada tapering The Fed ke Indonesia. Biasanya, dampak paling singkat dari tapering adalah pelemahan nilai tukar rupiah.

Alasannya, para investor akan mulai kembali ke AS, sehingga meninggalkan Indonesia. Saat suplai dolar AS berkurang di dalam negeri, maka nilainya terhadap rupiah terangkat. Sebaliknya, rupiah tertekan.

“Ini mengakibatkan keluarnya dana asing dari negara berkembang berpindah ke AS atau ke sektor usaha dan investasi yang aman,” ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/11).

Terbukti, pada hari ini saja, kurs rupiah langsung anjok 0,37 persen ke Rp14.366 per dolar AS. Dampak lanjutan dari tapering pada jangka menengah biasanya berupa kenaikan harga-harga alias inflasi.

Dampak lanjutan dari tapering pada jangka menengah biasanya berupa kenaikan harga-harga alias inflasi.

Kenapa hal ini terjadi? Pasalnya, ada kenaikan harga barang akibat selisih kurs antara rupiah dan dolar AS. Saat rupiah melemah dan menjadi lebih mahal, nilai barang impor jadi lebih tinggi, baik yang merupakan bahan baku, bahan penolong, hingga barang konsumsi jadi.

“Ini berpotensi menekan daya beli masyarakat,” imbuhnya.

Kendati begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan dampak tapering The Fed tidak akan besar ke dalam negeri. Apalagi bila dibandingkan dengan dampak kebijakan pengurangan pembelian aset dan surat utang (taper tantrum) di negeri Paman Sam pada 2013 lalu.

“Dibandingkan The Fed taper tantrum, pengaruh dan dampak ke Indonesia dari rencana tapering The Fed ini jauh lebih rendah dari taper tantrum pada 2013,” ungkap Perry.

Alasannya, The Fed telah memberi sinyal perubahan kebijakan secara berkala, sehingga sudah bisa diantisipasi oleh pelaku pasar keuangan. Adapun kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed diperkirakan baru terjadi pada kuartal III atau kuartal IV 2022.

Selain itu, menurutnya, dampak tapering The Fed ke Indonesia tidak besar karena fundamental ekonomi tanah air cukup baik. Misalnya, tercermin dari cadangan devisa sebesar US$146,9 miliar dan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) nasional yang diperkirakan cuma berkisar 0 persen sampai 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini.

“Simpulannya, ya kita harus waspada, kita harus monitor, ya kita harus antisipasi dengan baik, tapi kalau dibandingkan taper tantrum, ini kita bisa atasi dengan lebih mampu,” pungkasnya.